web analytics

TADABBUR QS. AS-SHOFAAT, AYAT: 100

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang saleh”

Doa di atas adalah doa nabi Ibrohim alaihissalam, agar diberikan kepadanya anak yang shaleh, setelah dia meminta keshalehan dirinya. Hal itu seperti yang Allah jelaskan dalam surat Asy Syu’ara: 83: “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh”. Setelah meminta keshalehan dirinya nabi Ibrohim meminta keshalehan untuk anak keturunannya agar sempurna kebaikan pada diri dan keluarganya. Permintaan keshalehan untuk anak keturunan adalah permintaan para nabi dan rasul.

Keshalehan adalah anugrah yang terbaik, jalan mulia dan kedudukan tinggi orang-orang yang beriman. Siapapun yang mendapatkannya maka baiklah segala urusannya di dunia dan diakherat kelak. Anak yang shaleh merupakan nikmat yang agung. Penyejuk mata kedua orangtuanya. Meminta keshalehan anak keturunan meliputi Kesehatan badan, kemulian akhlak dan kebaikan agamanya, ini adalah nikmat yang besar yang diharapkan hamba Allah yang shaleh.

Terdapat Pelajaran penting pada doa nabi Ibrohim di atas:

Pertama: رَبِّ هَبْ لِي artinya: Ya Tuhanku, karuniakanlah kepadaku: hal ini menunjukkan bahwa anak keturunan merupakan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak ada daya dan kekuatan manusia yang bisa menghadirkannya kecuali atas izinNya. Dimana Allah tidak meminta imbalan dan balasan atas pemberian tersebut, hal ini menunjukkan kesempurnaan dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambaNya.

Kedua: مِنَ الصَّالِحِينَ artinya: “seorang anak yang shaleh”. hendaklah kita meminta anak keturunan yang shaleh, tidak sekedar meminta keturunan saja. Karena ada di antara anak-anak tersebut menjadi musuh dan ujian bagi orang tuanya. Ibnu Jarir menjelaskan makna anak shaleh adalah anak yang taat kepada Allah tidak durhaka kepadaNya, anak-anak yang menebarkan kebaikan di muka bumi bukan anak-anak yang melakukan kerusakan di muka bumi. Doa ini doa yang agung, doa yang mestinya senantiasa membasahi lisan para orangtua. Ini menunjukkan kemulian iman dan cinta kepada Rabb yang telah meng-anugrahkan sang anak di dalam kehidupan mereka.

Ketiga: Anak yang shaleh adalah aset mahal orangtuanya, ia sangat bermamfaat bagi kedua orangtuanya di dunia maupun diakherat kelak. Saat di dunia berkhidmat dan berbakti kepada kedua orangtuanya, setelah orangtuanya meninggal ia selalu mendoakan kebaikan dan ampunan untuk kedua orangtuanya. Kesalehan seorang anak mampu mengangkat derajat kedua orangtuanya di hadapan Allah. Apakah ada asset yang lebih berharga dari ini?

Keempat: Perbanyak doa untuk keshalehan anak keturunannya,  karena anak yang shaleh harapan para nabi dan rasul serta hamba-hambaNya yang beriman. Ketika nabi Ibrohim meminta anak yang shaleh, “Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).”

Kelima: Di antara sebab utama kesholehan anak adalah doa orangtua yang tulus dan sungguh-sungguh dalam berdoa, serta yakin Allah akan mengabulkan doanya. Sebagaimana sabda nabi: “Berdoalah keada Allah dalam keadaan yakin dikabulkan dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai” (HR. At-Tirmizi)

Keenam: Pentingnya tawassul dengan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala saat berdoa, sebagaimana nabi Ibrohim meminta dengan menggunakan kata habli yang asalnya nama Allah Alwahhab (yang  maha pemberi) Serta pilihlah kata yang baik dan makna yang bagus.

Ketujuh: Doa adalah ibadah yang mulia disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagai mana sabda nabi: “Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah dari pada doa” (HR. Ahmad)

Kedelapan: Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu berdoa berdasarkan hadits Nabi bahwasanya beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. “Orang yang lemah adalah orang yang meninggalkan berdoa dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil terhadap salam“. [Al-Haitsami, kitab Majma’ Az-Zawaid) Imam Manawi berkata bahwa yang dimaksud dengan ‘Ajazu an-naasi adalah orang yang paling lemah akalnya dan paling buta penglihatan hatinya, dan yang dimaksud dengan Min ‘ajzin ‘an ad-dua’i adalah lemah memohon kepada Allah terlebih pada saat kesusahan dan demikian itu bisa mendatangkan murka Allah karena dia meninggalkan perintah-Nya padahal berdoa adalah perkerjaan yang sangat ringan. [Faidhul Qadir 1/556]. Wallahu A’lam.

Penulis : Dr. Hidayatullah Ismail, Lc,. MA (Dosen Pascasarjana UIN Suska Riau, Prodi Hukum Keluarga S3)