web analytics

Merindukan Pemimpin menggembirakan untuk menjaga Keharmonisan

Oleh

Suardi M.IKom

(Dosen Tetap Komunikasi UIN Suska Riau dan Ketua Komisi Humas MUI Provinsi Riau)

Tanpa sadar, ternyata kini kita sudah sampai di penghujung Tahun 2023. Itu artinya, Pemilu pun kian dekat. Situasi politik pun terasa kian memanas. Dengan persaingan antar kelompok kepentingan yang makin ketat. Menyajikan aneka drama politik yang semakin berat.

Berbagai isu dan kasuspun mulai mencuat. Ada juga melibatkan elit-elit politik, pejabat dan aparat. Mulai di tingkat daerah, hingga Pusat. Muaranya, tentu menarik perhatian rakyat. Memenangkan hati rakyat. Dalam kontestasi yang semakin dekat.

Dalam catatan Kalender tercatat, pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024. Untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang kesemuanya melibatkan partisipasi rakyat.

Menanggapi situasi ini, tentu saja kita  menjadi harap-harap cemas. Salah-salah perkembangan situasi politik ini, bisa saja mencenderai keharmonisan berbangsa dan bernegara kita. Mau tak mau gejala ini pun kian terasa. Tak hanya ditingkat pusat, namun juga didaerah-daerah. 

Seperti kejadian di Pasuruan Jawa Timur 21 November 2023 lalu misalnya. Seorang Calon anggota legislatif (Caleg), menyerang rekan sesama Caleg dengan membawa senjata tajam berupa pedang. Menyerang secara brutal, merusak rumah dan madrasah milik caleg lain. Motifnya berebut suara Dapil.

Begitu juga keributan terjadi di Desa Sembalun Lawang, Lombok Timur, Rabu, 4 Oktober 2023 malam. Beredar video oknum simpatisan bakal calon legislatif (bacaleg), baku hantam dengan seseorang di sebuah kedai kopi di Sembalun.

Kejadian-kejadian diatas menunjukkan, bagaimana situasi politik bisa mencederai keharmonisan. Dimana potensi Konflik pada Pemilu 2024 penting untuk diantisipasi sejak dini. Namun satu hal yang mesti menjadi perhatian kita bersama.

Dalam rangkaian Pemilu serentak Tahun 2024, terdapat pula sejumlah kepala daerah yang habis masa jabatannya. Sebelum pelaksanaan Pemilu, sehingga akan diisi dengan pejabat sementara kepala daerah yang akan ditunjuk oleh Presiden. Sebagai informasi, pada Tahun 2022 dan 2023 terdapat 171 kepala daerah, yang terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota, yang akan berakhir masa jabatannya.

Riau termasuk salah satu diantaranya.  Memang mungkin karena tuahnya, belum ada konflik politik yang mengemuka. Namun tak dapat dipungkiri, gesekan-gesekan di tengah masyarakat mulai terjadi. Walau masih setakat perdebatan dan adu pendapat di kedai kopi.

Namun bagaimanapun, tentu saja kondisi itu harus dikelola dengan baik. Karena bisa saja berpotensi menimbulkan perselisihan politik yang dapat menjadi pemicu timbulnya konflik. Ujung-ujungnya ini bisa menganggu keharmonisan di kemudian hari, terutama pada pemilu 2024.

Kita terutama para pemimpim, tentu saja tak boleh cuai dengan hal ini. Potensi terjadinya kerusuhan pada Pemilu 2024, penting untuk diantisipasi sejak dini. Apabila karena sesuatu hal, konflik sampai terjadi, tentu akan sangat sulit ditangani oleh aparat keamanan dan akan dapat berpengaruh langsung terhadap kondisi kamtibmas dan keberhasilan penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti.

Semua kondisi di atas perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan berbagai elemen yang ada. Perlu dicari upaya pencegahan yang komprehensif karena dapat berpotensi menimbulkan konflik horizontal pula.

Melibatkan organisasi masyarakat dan keagamaan, menjadi salah satu upaya yang tak bisa dianggap sebelah mata. Terutama dalam mengusulkan nama-nama sebagai pejabat Gubernur Riau sementara. Forum Komunikasi Pemuka  Masyarakat Riau (FKMR) dan Majelis Ulama Indondonesia (MUI) Provinsi Riau setakat ini telah menunjukkan peran strategisnya.

Diawali FKMR yang menyampaikan usulan tiga nama sebagai pertimbangan calon PJ Dubernur Riau ke DPRD Riau. Disusul  MUI Riau yang membawa usulan tiga nama ke DPRD Riau Jumat (1/12/2023). Ini tentunya perlu menjadi pertimbangan dan diapresiasi.

Karena seperti diungkapkan ketua MUI Riau, Prof Ilyas Husti, Ia menerima banyak aspirasi dari masyarakat terkait isu terkini di Riau. Paling hangat adalah isu estafet kepemimpinan di Provinsi Riau selama setahun kedepan.

Dimana MUI Riau menyampaikan kriteria tokoh Riau yang dianggap layak memimpin Riau ke depan. Kriteria ini juga mengacu pada persyaratan administratif yang telah ditetapkan. Dimana berstatus sebagai ASN dengan jabatan eselon I di tingkat pemerintahan.

Tentu saja yang memenuhi kualifikasi itu ada tiga orang. Pertama Sekdaprov Riau saat ini dijabat oleh SF Hariyanto. Kedua Rektor UNRI dijabat oleh Prof Dr Sri Indarti. Ketiga Rektor UIN Suska Riau yang dijabat oleh Prof Dr Khairunnas Rajab, MA. “Kita tak menapikan ada tokoh diluar Riau. Namun tentu saja kita mengutamakan yang di Riau. Karena secara geografis ketiganya tentu lebih tahu kondisi wilayah” Ujar Ketum MUI Riau Prof Dr Ilyas Husti, M.Ag.

Terlepas dari siapapun ketiga nama diatas, tentu kita berharap yang akan dipilih nanti adalah sosok yang mampu meredam konflik. Menjadi setawar sedingin ditengan memanasnya situasi politik. Dimana dalam penelitian yang dilakukan Salahudun dan Lambang Trijono yang dimuat dalam salah satu Jurnal UGM ini merupakan hal penting meredakan konflik. Bagaimana praktek-praktek tradisional dapat menawarkan jalan alternatif untuk mengakhiri konflik.

Dsinilah peran setawar dan sedingin yang merupakan perwujudan teori etnokonflik yang beragam secara kultural. Berasal dari pandangan tentang konflik yang berlandaskan akal sehat dan dikonstradiksikan secara lokal, sedangkan etnopraxis adalah kebiasaan atau teknik untuk berhubungan dengan konflik yang berasal dari pandangan etnokonflik dan perlu dikembangkan serta dipadukan kedalam konstruksi dari pendekatan penyelesaian konflik.

Pemimpin yang ramah, santun, bergembira biasanya menjunjung tinggi keharmonisan. Karena sosok tersebut, cenderung akan lebih menyenangkan dan menyejukkan. Lalu siapakah diantara ketiga nama yang diusulkan yang memiliki sifat ramah, santun bergembira? Tentu diera teknologi informasi saat ini, kita akan lebih mudah menerkanya. SF Hariyanto kah? Prof Dr Sri Indarti atau sosok Prof Dr Khairunnas Rajab, MA? Semoga Presiden tak salah pilih***