web analytics

Tak Lekang dek Panas Tak Lapuk dek Hujan

(Sempena Milad ke-70 Prof. M. Nazir)

Oleh Alaiddin Koto

uin-suska.ac.id Walau berasal dari almamater yang sama di IAIN Imam Bonjol Padang, kami baru berteman dekat setelah sama-sama menjadi dosen di IAIN Sultan Syarif Qasim (SUSQA) Pekanbaru. Prof. M. Nazir diterima sebagai dosen satu tahun lebih dahulu (1980), saya menyusul satu tahun setelah itu (1981).

Sejak dulu saya panggil beliau “Pak Haji,” dan beliau panggil saya “Pak Id.” Sampai kini setelah sama-sama jadi profesor, panggilan itu

tetap kami gunakan dan tidak pernah kami ubah sebagai ungkapan rasa persahabatan yang tidak didinding oleh status sosial masing-masing. 

Bukan tidak menghargai atau menghormati capaian-capaian yang diraih dalam perjalanan karir, tapi kami tidak ingin mengubah panggilan membuat persahabatan yang semula dari hati berubah menjadi persahatan formal yang berbau basa-basi formalistik. Kami ingin tetap bersahabat secara apa adanya. Capaian-capaian yang diperoleh dalam perjalanan karir hanya untuk karir, bukan untuk mengubah strata sosial di hadapan teman sendiri. Cepat atau lambat, tapi pasti, status itu akan kembali ke titik semula saat kita tidak lagi sebagai apa-apa selain sebagai hamba Allah Swt.

Saya baru tersadar, kalau sahabat saya, Prof. Nazir, akan segera genap berusia 70 tahun, ketika adinda Dr. Saidul Amin meminta untuk menulis sedikit kenangan tentang beliau, tentu selama saya bergaul dengannya di IAIN/UIN SUSKA. Permintaan itu saya sambut dengan baik sekaligus memancing saya untuk mengenangulang sejarah perjalanan persahabatan kami sejak tahun 1981, selama 42 tahun yang silam.

Saat itu, berawal sejak saya menginjakkan kaki di IAIN SUSQA pada tahun seperti disebut di atas. Kadatangan saya disambut oleh kakanda Drs. Nasruddin Baidan (kini sudah profesor,) dan Drs. Sudirnan M (juga sudah profesor). Mereka berdua mempertemukan saya kepada dosen-dosen muda yang lebih duluan masuk, termasuk Pak Haji. Kalau selama di Padang kenal, setelah di Pekanbaru menjadi kawan dekat dan sering berdiskusi bersama.

Apalagi Rektor saat itu, Bapak Drs. Soewarno Ahmadi sering membuka kesempatan kepada dosen-dosen muda untuk menulis dan tulisannya disikusikan di kalangan sesama dosen di kampus. Dengan Pak Haji saya sering ngobrol dengan bahasa Inggris untuk memperlancar bahasa asing kami.

Seperti disebut di atas, kami berasal dari almamater yang sama di IAIN Imam Bonjol Padang. Bedanya Pak Haji di jurusan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah, sementara saya di jurusan Peradilan Agama, Fakultas Syariah. Beliau tamat tahun 1979, sementara saya tahun 1980. Begitupun dalam pendidikan berikutnya. Beliau pernah diterima mengikuti pendidikan di Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (PLPIIS) di Surabaya tahun 1982, sementara saya diterima di lembaga yang sama di Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, tahun 1983.

Saya tidak ingat tahun berapa Pak Haji lulus mengikuti Program Pascasarjana di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Yang jelas saya menyusul beliau tahun 1987 di kampus yang sama. Pak haji menamatkan program doktoralnya di kampus itu tahun 1990, saya menyusul enam tahun kemudian, 1996. Sama seperti sebelumnya, beliau lebih duluan lagi dari saya. Enam tahun. Tapi dalam meraih jabatan profesor saya lebih duluan (1998) dari pak haji dengan jarak yang sama antara beliau dan saya dalam menyelesaikan pendidikan doktoral.

  • Seminar Nasional Pertama ISLAM DAN BUDAYA KERJA

Setelah menyelesaikan pendidikan doktoral di tahun 1996, Bapak Drs. Yusuf Rahman MA selaku Rektor menunjuk saya sebagai Ketua Panitia Pelaksana (OC) Seminar Nasional pertama yang diadakan oleh IAIN SUSQA pada tahun 1996 itu juga dan Pak haji ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pengarah (SC)-nya. Hubungan kami semakin dekat dengan dan melalui event yang diikuti oleh peserta dari berbagai IAIN di Indonesia itu.

Banyak pihak menilai sebagai seminar nasional pertama yang sukses. Masih terbayang di mata saya wajah gembira dan terngiang di telinga kalimat ucapan terima kasih dengan penuh semangat yang diucapkan Bapak Rektor kepada saya setelah seminar itu selesai ditaja.

  • Mendirikan Program Pascasarjana

Kebersamaan saya dengan Pak Haji dan beberapa kawan lain terus semakin intens saat mendirikan Program Pascasarjana (S2). Inilah Pascasarjana pertama di Riau, mendahului lahirnya Pascasarjana lainnya di beberapa universitas yang ada di Riau.

Perlu dicatat bahwa Pascasarjana UIN SUSKA (dulu masih IAIN SUSKA) adalah Pascasarjana yang langsung mandiri sejak berdirinya tahun 1997, bukan merupakan kerjasama dengan universitas lain. Karena Pascasarjana UIN SUSKA sudah memenuhi syarat mandiri, yaitu sudah cukupnya jumlah dosen berpendidikan doktor yang disyaratkan untuk itu. Saat itu IAIN Suska sudah punya tujuh orang doktor, yaitu :

  1. Prof. Dr. Amir Luthfi
  2. Dr. Zul Asyri, MA
  3. M. Nazir, MA
  4. Sudirman, MA
  5. Alaiddin Koto, MA
  6. Helmi Karim, MA
  7. Surya A. Jamrah, MA
  • Seminar Internasional RE-AWAKENING ASIA

Sukses menyelenggarakan seminar nasional seperti disebut di atas, IAIN SUSQA menaja lagi seminar yang lebih besar, yaitu seminar intersional Re-Awakening Asia pada bulan Juli 1997 di Pekanbaru. Pak Haji dipercaya Pak Rektor sebagai Ketua Pelaksana (OC), saya bersama yang lain Panitia Pengarah (SC).

Seminar ini mendatangkan para pembicara dari berbagai negara di ASEAN, Timur Tengah dan juga dari Amerika. Sama dengan seminar nasional, penyelenggaraan seminar ini berjalan sukses dan cukup mengangkat nama kampus IAIN SUSQA terutama di Asia Tenggara. Tapi ada satu catatan penting yang menarik untuk dicermati. Catatan itu adalah apa yang dibicarakan oleh para ahli di forum seminar tentang kebangkitan Asia, ternyata tidak berapa lama setelahnya, Asia dilanda krisis ekonomi yang parah, terutama ASEAN, terutama lagi Indonesia. Secara berseloroh kepada teman-teman, ternyata para narasumber yang bicara tidak begitu menguasai persoalan sebenarnya yang sedang dihadapi oleh Asia, terutama ASEAN.

Krisis ekonomi yang terjadi setelah seminar itu adalah bukti dari apa yang saya sebut. Pembicaraan penuh semangat dan berapi-api di forum seminar, seakan dibantah dan batal oleh kenyataan yang terjadi di lapangan mengikuti event itu. Saya lalu berkata dalam hati, ternyata kemampuan analisis ilmuwan yang hadir di forum itu masih dangkal, sehingga kesimpulannya sumir dan jauh dari apa sebenarnya yang sedang terjadi. Ini tentu sebuah tantangan serius yang harus dihadapi, terutama oleh ilmuan muslim di rantau ASEAN. Kita belum betul-betul menguasai dan manemukan apa masalah sebenarnya yang berada di belakang fenomena yang terlihat.

  • Proses Konversi IAIN SUSQA ke UIN SUSKA

Tahun 1997 saya diangkat sebagai Wakil Dekan I Fakultas Syariah dan Pak Haji sudah lebih dahulu menjabat jabatan yang sama di Fakultas Tarbiyah. Yang ingin saya katakan adalah pada saat kami sama-sama menjabat sebagai wakil dekan itulah wacana tentang pengembangan IAIN menjadi UIN dimulai dan terus dipersiapkan dari waktu ke waktu di bawah komando Bapak Prof. Amir Luthfi yang menjabat sebagai Rektor pada saat itu.

Satu tahun menjabat sebagai Wakil Dekan I, saya dipilih oleh Senat Fakultas Syariah sebagai Dekan di tempat yang sama pada tahun 1998, menggantikan Ibu Dra. Asmah Salut yang sudah habis masa jabatan beliau. Pada waktu yang hampir berdekatan Pak Haji pun dilantik sebagai Dekan Fakuktas Tarbiyah.

Ketika sama-sama menjabat sebagai Dekan, kami banyak dilibatkan oleh Bapak Amir Luthfi dalam mempersiapkan upaya pengembangan IAIN menjadi universitas sesuai pembagian tugas yang diberikan. Kami terlibat secara intens, tentu dengan bersama yang lain, baik di kepanitiaan di tingkat institut, apalagi di fakultas masing-masing, untuk

pengembangan jurusan dalam rangka persiapan menjadi universitas tersebut.. Sosialisasi ke instansi-instansi pemerintahan, mulai dari gubernur, DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau dan kabupaten/kota, perusahaan, dan tokoh-tokoh masyarakat di Riau sampai tingkat nasional. Termasuk sosialisasi ke Kementerian Agama (dulu Departemen Agama) dan Dirjen Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Hampir tiada hari yang alpa dari kegiatan tersebut, bahkan sampai malam hari masih di kampus melaksanakan rapat bersama rektor. Pada saat itu jugalah saya sering bolak-balik ke Jakarta dan Padang untuk menjajaki kerjasama pembukaan jurusan Ekonomi Islam dan Ilmu Hukum di Fakultas Syariah.

Suatu pengalaman yang tak pernah terlupakan bagi saya adalah ketika konsultasi dengan Prof. Anwar Nasution, Ketua Konsorsium Ilmu Ekonomi Indonesia di Kampus Universitas Indonesia di Jakarta. Kedatangan saya menemui beliau untuk konsultasi dalam rangka rencana membuka jurusan Ekonomi Islam di Fakultas yang saya pimpin. Satu pernyataan Prof. Anwar yang sangat membekas dalam ingatan saya adalah, “ilmu ekonomi itu hanya ada tiga jurusan; akuntansi; manajemen; dan ekonomi pembangunan. Tidak ada itu Ekonomi Islam. Yang ada ekonomi konvensional yang diberi ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis.” Kemudian, dia tambahkan, “kalau ada, siapa doktornya IImu Ekonomi Islam itu di Indonesia.”

Diberi reaksi dan pertanyaan seperti itu, saya menjadi semakin tertantang untuk tetap membuka jurusan tersebut, walaupun sampai saat itu belum saya temukan seorang doctor pun dalam bidang Ekonomi Islam.

Nampaknya Prof. Anwar memahami perasaan saya. Ia lalu menyarankan agar saya berkonsultasi dengan Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (UNAND) di Padang. Saran itu saya terima dan segera saya sampaikan kepada Rektor setelah kembali Pekanbaru. Pak Rektor pun segera menugaskan saya berangkat ke UNAND selang dua hari setelah itu.

Di UNAND saya langsung disambut oleh Prof Dr. Safrizal, Dekan Fakuktas Ekonomi bersama Wakil Dekan I dan Ketua-ketua Jurusan. Pak dekan menugaskan Dr. Safrudddin Karimi yang baru pulang menamatkan program doktoralnya di Walonggong University, Australia untuk tempat saya berdiskusi mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk maksud tersebut. Atas persetujuan Rektor, Pak Safruddin bersama seorang dosen di

Fakultas Ekonomi UNAND (lupa saya namanya) sempat berapa kali saya undang untuk memberikan kuliah umum dan diskusi tentang ilmu ekonomi di Fakultas Syariah IAIN SUSQA.

Dari berapa kali diskusi itulah kemudiannya, Prof. Syafrizal, mengundang untuk mempresentasikan rencana tersebut di depan dosen-dosen Fakuktas Eknomi UNAND di Padang. Untuk maksud tersebut, Rektor menugaskan saya bersama Bapak Prof. Zul Asyri, Wakil Rektor I IAIN SUSQA (saya lupa tanggalnya). Dari diskusi yang dihadiri sekitar 24 orang dosen ekonomi UNAND tersebut diperoleh rekomendasi agar Fakultas Syariah IAIN SUSQA membuka saja dahulu jurusan manajemen sambil mempersiapkan Jurusan Ekonomi Islam yang sampai saat itu memang belum ada doktor yang benar-benar pakar di bidang ilmu itu.

Mereka menyarankan agar saya berkoordinasi dan menjalin kerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Riau (UNRI). Saran itu saya sampaikan kepada Pak Rektor beliau pun setuju, dan saya pun diperintah untuk segera berkokunikasi dengan Dekannya yang pada waktu dijabat oleh Prof. Amir Hasan. Singkat cerita, pertemuan saya dengan beliau menghasilkan kesepakatan untuk membuka jurusan manajement di Fakultas Syariah di bawah pembinaan Fekon UNRI pada tahun 1999.

Atas perintah rektor saya melibatkan kawan-kawan di Fakultas Syariah untuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan uuntuk mendirikan jurusan tersebut. Tidak berapa lama setelah Jurusan Manajemen berdiri, Rektor menugaskan saya lagi mempersiapkan berdirinya Fakultas Ekonomi dengan menyusun proposal terlebih dahulu. Saya sendiri yang langsung menyusun proposal itu dibantu oleh kawan-kawan di Fakultas Syariah. Singkat cerita, dari jurusan inilah kemudian berkembang dan berdirinya Fakultas Ekonomi dan Sosial (FEKONSOS) di UIN SUSKA.

Kembali kepada cerita tentang rencana mendirikan jurusan Ekonomi Islam seperti disebut di atas, saya juga berangkat ke Jakarta bersama Pak Rektor untuk menandatangani kesepakatan kerjasama (MOU) antara saya sebagai Dekan Fakultas Syariah IAIN SUSQA dengan pihak Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 2000 di Jakarta. Penandatanganan itu disaksikan langsung oleh Direktur Utama BMI, Ir. Riawan Amin dan Pak Rektor sendiri. Pada tahun itu juga BMI membuka cabangnya di Pekanbaru dan menunjuk saya sebagai advisor selama berapa tahun.

Kemudian, masih dalam rangka persiapan menuju universitas, saya dan kawan- kawan di Fakultas Syariah bersepakat pula untuk mendirikan jurusan Ilmu Hukum di Fakultas Syariah. Atas persetujuan Rektor, saya kembali berangkat ke Padang untuk berkonsultasi dengan Dekan Fakultas Hukum UNAND.

Sama halnya dengan di Fekon, saya diterima oleh Dekan Fakultas Hukum beserta seluruh pimpinannya. Dari diskusi panjang dan intens, mereka menyarankan saya menjalin kerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR) dengan pertimbangan menghemat biaya, di samping Fakultas Hukum UIR adalah fakultas hukum tertua di Riau. Saran itu saya sampaikan ke Rektor dan disetujui.

Atas dasar itu pula saya pun ditugaskan ke Fakultas Hukum UIR yang pada waktu itu dipimpin oleh Bapak Husnu Abadi sebagai dekannya, untuk menjalin kerjasama seperti disebutkan. Sambil jalan saya juga menugaskan saudara Firdaus, SH untuk menyusun proposal pendirian jurusan Ilmu Hukum di fakultas Syariah. Berkat kersama dengan pimpinan dan dosen-dosen di Fakultas Syariah jurusan itu kini sudah menghasilkan banyak sarjana hukum dari UIN SUSKA.

Kerjasama yang lebih intens lagi antara saya dengan Pak Haji adalah ketika menyiapkan Proposal Konversi IAIN SUSQA menjadi UIN SUSKA. Saya diberi tugas menyusun pendahuluan terutama latar belakang. Bersama yang lain, seperti Prof. Sudirman, Prof. Zul Asyri, dibantu oleh Drs. Eramli Jab dan Drs. M. Nasir, kami bekerja di hotel Sahid, jalan Sudirman, dilanjutkan di Wisma Mella di Jalan Paus Pekanbaru. Saat itu nampak sekali kekompakkan seluruh tim di bawah pimpinan Rektor Prof. Amir Luthfi.

 

Penandatanganan MoU dengan pihak Bank Muamalat di Jakarta tahun 2000
  • Polling Bakal Calon Rektor

Menjelang masa jabatan Prof. Amir Luthfi sebagai Rektor IAIN SUSQA berakhir, mahasiswa dan dosen mengadakan polling Bakal Calon Rektor pada tahun 2004. Sungguh, saya tidak menyangka kalau saya beroleh suara paling tinggi, lebih dari 82% dari seluruh suara mahasiswa yang masuk, sementara Pak Haji M. Nazir beroleh suara tertinggi dari kalangan dosen. Saya tak ingat berapa jumlah suara untuk beliau waktu itu.

Berdasarkan perolehan suara yang begitu tinggi tersebut mahasiswa mendesak saya untuk maju menjadi Calon Rektor. Tidak ingin mengecewakan mahasiswa, saya pun mendaftar untuk jadi calon. Tapi suatu hal yang sangat memprihatinkan setelah itu terjadi. Saya memaklumi mungkin masih terbawa euforia reformasi, isu primordial kesukuan dan kedaerahan mencuat begitu kencang. Berbagai fitnah untuk saya muncul dan sepertinya dirancang dengan sengaja.

Bahkan, satu tabloid khusus dalam rangka pemilihan rektor beredar yang di antara isinya menyiratkan ketidaksukaan terhadap saya. Ada berapa orang yang memberitahu siapa yang menerbitkan media itu. Saya tidak mempedulikan dan mengambil hikmah saja dari itu. Media itu menjadi sarana bagi saya untuk lebih mengenal dan memahami diri sendiri dan mengerti sedang dimana dan dalam situasi apa saya sedang berada.

Dari gejala itu saya bersikap tidak ingin keberadaan saya di bursa Calon Rektor akan membuat kampus berpecahbelah. Saya tidak mau itu terjadi. Karena, menurut saya, kepentingan kampus harus lebih diutamakan dari kepentingan pribadi. Hal itu saya sampaikan kepada mahasiswa. Mereka sangat kecewa tapi dapat memahami apa yang saya sampaikan. Setelah itu saya kirim surat pengunduran diri dari pencalonan dan memberikan

suara saya sebagai anggota senat kepada Pak Haji dalam pemilihan rektor tidak lama setelah pengunduran diri itu.

Salah seorang dosen memprotes kenapa saya mundur. Saya katakan saya tidak mundur. Saya mengalah untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan kampus. Kampus tidak boleh pecah gara-gara keberadaan di bursa calon. Dosen itu bilang kalau mengalah terus ya kalah. Saya katakan, ”saya tidak kalah. Saya menang.”

“Menang dari apa?” katanya.

“Menang melawan ambisi pribadi demi kepentingan yang lebih tinggi,” ujar saya.

Begitulah, tahun 2005 Pak Haji dilantik sebagai rektor, sementara saya lebih banyak bergerak di luar kampus sebagai Tim Ahli Gubernur Riau selama 11 tahun. 10 tahun pada masa Gubernur Rusli Zainal dan satu tahun masa Gubernur Annas Maamun. Di kampus saya kembali sebagai dosen biasa memberi kuliah; meneliti, dan; melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.

  • Musyawarah Wilayah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau

Walau dalam kampus saya tidak terlibat lagi dalam urusan birokrasi, di luar kampus kami masih tetap bersama. Saat Musyawarah Wilayah Majelis UIama Indonesia (MUSYWIL MUI) Propinsi RIAU tahun 2017 saya ditunjuk kawan-kawan sebagai Ketua Panitia Pengarah (SC). Dalam Musywil itu Pak Haji terpilih sebagai ketua, sementara saya diikutkan sebagai salah seorang anggota Dewan Pertimbangan (WANTIM).

Pada periode ini juga saya sering dilibatkan oleh Pak Haji sebagai narasumber di berbagai even yang diselenggarakan oleh MUI. Pada masa ini juga saya ditunjuk sebagai Wakil Ketua Lajnah Pentashih Buku dan Konten Keislaman oleh Pimpinan MUI Pusat, di Jakarta.

Masih sangat banyak lagi kisah sejarah persahabatan kami yang bisa dituangkan di ruang ini. Tapi supaya tidak terlalu panjang, tulisan ini saya akhiri saja dengan mengatakan bahwa kebersamaan saya dengan Pak Haji saya buktikan dengan memberikan suara saya untuk beliau saat pemilihan Ketua Senat UIN SUSKA di awal tahun 2023 yang lalu.

Begitulah sekelumit kisah sejarah perjalanan persahatan saya dengan Prof. Nazir. Bukan tidak pernah terjadi perbedaan pendapat di antara kami, tapi perbedaan itu hanya ada di ranah konsep dan persepsi bagaimana memajukan UIN, tidak sampai menyangkut kepentingan pribadi. Kami tidak mau menjadikan perbedaan yang ada akan merenggangkan persahabatan. Kami tidak mau teriknya panas dan lebatnya hujan membuat lekang dan lapuknya persahabatan yang telah terbangun sejak puluhan tahun lalu itu. Semogalah ia akan berketerusan sampai datangnya waktu di alam keabadian nanti.

Selamat Milad ke-70 Sahabatku. Semoga usia yang masih tersisa menjadi usia yang berkah untuk umat dan bangsa kita. Aamiin.

Pekanbaru, 21 November 2023