(Bersempena Hari Buruh Internasional)
Penulis : Dr. H. Hidayatullah Ismail, Lc.,MA
Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh sebagai momentum refleksi terhadap peran penting para pekerja dalam membangun peradaban dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Islam, posisi pekerja sangat dimuliakan. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memberikan perhatian serius terhadap etos kerja, keadilan upah, dan penghormatan terhadap hak-hak pekerja.
Pekerjaan sebagai Ibadah
Islam memandang bekerja sebagai sebuah amalan yang mulia. Umat Muslim dihimbau untuk selalu berusaha dan pantang menyerah dalam mencari nafkah. Hasil kerja keras yang halal dan tulus akan menjadi berkah dan mendatangkan pahala dari Allah SWT.
Allah swt sebutkan dalam Q.S at-Taubah ayat 105; Artinya; “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan kata “amal” dalam ayat tersebut, maknanya dalam bahasa Indonesia berarti pekerjaan, usaha, perbuatan, atau keaktifan hidup. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surah Al-Isrâ ayat 84, yang memerintahkan umat Islam untuk bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuan yang kita miliki.
Keadilan dalam Pemberian Upah
Al-Qur’an juga menekankan pentingnya keadilan dalam urusan muamalah, termasuk dalam hal upah. Dalam QS. Al-A’raf ayat 85 Allah memerintahkan: “Sempurnakan takaran dan timbangan dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka…”
Ayat ini melarang dengan tegas segala bentuk kecurangan dan ketidakadilan, termasuk dalam membayar pekerja. Dalam hadis Nabi SAW, bahkan ditegaskan: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
Al-Munawi berkata, “Diharamkan menunda pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah kering.” (Faidhul Qodir, 1: 718)
Larangan Menindas dan Mengeksploitasi
Eksploitasi terhadap pekerja dalam bentuk beban kerja berlebihan, jam kerja tak manusiawi, atau tidak adanya jaminan sosial, adalah bentuk penindasan yang bertentangan dengan prinsip keadilan Islam. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mutaffifin ayat 1-3: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
Ayat ini memberi peringatan keras terhadap orang-orang yang tidak berlaku adil dalam urusan kerja dan transaksi.
Pekerja sebagai Khalifah
Dalam perspektif Al-Qur’an, setiap manusia adalah khalifah (wakil) Allah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Ini berarti bahwa pekerjaan apapun, selama halal dan bermanfaat, adalah bagian dari tugas kekhalifahan. Pekerja bukan sekadar alat produksi, tetapi pemegang amanah ilahi dalam menjaga dan membangun dunia.
Peringatan Hari Buruh seharusnya menjadi momen untuk kembali merenungkan ajaran-ajaran luhur Al-Qur’an tentang hak pekerja. Islam tidak hanya mengatur aspek spiritual, tetapi juga menegakkan keadilan sosial. Pekerja berhak atas upah yang adil, perlakuan manusiawi, dan pengakuan atas kontribusinya. Menjaga hak pekerja berarti menjaga kehormatan kemanusiaan, dan itu adalah perintah langsung dari Al-Qur’an dan Rasul-Nya.