web analytics

Urgensi Sanad Ilmu (Syamsuddin Muir)

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau

Al-hamdulillah, pada 14 September lalu di sebuah masjid di Pekanbaru diadakan pembacaan dua kitab hadis yang bersambung sanad-nya hingga ke penulis dua kitab hadits tersebut. Yaitu kitab hadis al-Arba’in al-Nawawiyah oleh Imam al-Nawawy dan kitab al-Arba’in al-Ajluniyah oleh Imam al-Ajluny.

Penerimaan sanad dua kitab hadis itu melalui sanad ulama hadis dari Suriah, Syaikh Muhammad Muwaffaq bin Ali al-Murabi’.

Kedudukan Sanad Ilmu
Dalam bukunya al-Wasith Fi Ulum wa Musthalah al-Hadits, Syaikh Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah mengatakan, sanad ialah orang yang meriwayatkan lafaz atau teks hadis. Isnad pula sama maknanya dengan sanad. Tapi, isnad juga bermakna menetapkan (mengangkat) hadis kepada orang yang mengucapkannya.

Penulis buku Mu’jam Mushthalahat al-Hadits wa Latha’if al-Asanid, Dr Muhammad Dhia’ al-Rahman al-A’zhamy menjelaskan, kelebihan umat Islam itu menggunakan isnad yang disebutkan di awal hadis. Dengan isnad itu bisa diketahui hadis itu sahih atau dhaif (lemah).

Bahkan, Imam Malik menegaskan, isnad itu bagian dari agama. Imam Ibnu al-Mubarak pula menegaskan, tanpa isnad, niscaya orang akan mengucapkan apa yang dia kehendaki.
Bukan hanya itu, Imam Sufyan al-Tsaury mengatakan, isnad itu senjata umat Islam. Jika tidak punya senjata, dengan apa pula dia akan berperang?

Jika melihat kitab hadis, maka akan dijumpai di situ isnad dan matan (lafaz hadits). Orang yang mengutarakan hadis tanpa isnad, sama dengan orang menaiki rumah tanpa tangga. Dan orang pertama menggunakan istilah isnad sesuai maknanya adalah Imam Muhammad bin Sirin yang wafat pada tahun 110 H.

Pada pendahuluan kitabnya Shahih Muslim, Imam Muslim meriwayatkan pernyataan Imam Ibnu Sirin, bahwa pada awalnya umat Islam tidak pernah menanyakan kedudukan isnad. Tapi, ketika sudah munculnya fitnah, baru umat Islam mempertanyakan sanad perawi hadits. Lalu, umat Islam menerima riwayat dari Ahlussunnah, dan menolak riwayat ahli bid’ah. Bahhkan, Imam Ibnu Rajab juga menegaskan, bahwa Imam  Ibnu Sirin itu orang pertama yang mengkritisi rijal al-hadits (perawi hadis).

Bahkan, dalam kitab al-Mawahib al-Laduniyah, Imam Abu Bakar Abdul Baqy mengatakan, bahwa Allah SWT memberikan tiga keistimewaan kepada umat Islam, dan tidak ada pada umat terdahulu. Yaitu isnad, nasab keturunan, dan ilmu i’rab (ketentuan harkat atau baris pada setiap kata dalam susunan kalimat bahasa Arab).

Makanya, penulis buku al-As’ilah al-‘Asyarah al-Kamilah, Imam Abdul Hayy al-Laknawy menegaskan, bahwa dalam masalah agama sangat diperlukan isnad yang menjadi dasar kebenarannya. Baik berkaitan dengan hadis Nabi, hukum syariat, sejarah Nabi, dan lainnya.
Sebab, di akhir zaman umat Islam, ada sekelompok orang menyampaikan hadis yang tidak pernah ada pada zaman sebelumnya. Maka, waspadalah (HR Imam Muslim). Abdullah Ibnu Mas’ud juga mengatakan, setan itu bisa menyerupai lelaki, lalu menyebarkan hadis palsu di kalangan manusia (Atsar riwayat Imam Muslim).

Di tengah umat Islam banyak terjadi pemalsuan hadis. Ada pemalsuan hadis yang berkaitan dengan hukum. Ada juga pemalsuan hadis berkaitan dengan keutamaan sahabat Nabi, tabi’in, imam mujtahid, tempat, negeri, dan lainnya.

Lalu, Imam al-Laknawy menegaskan, bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab itu tidak bisa dipercaya, selama tidak jelas sanad-nya. Sekalipun penulis kitab itu seorang ulama terkemuka.

Jadi, kedudukan isnad dalam hadis bagaikan fondasi pada bangunan. Maka tak mungkin ada hadis tanpa isnad. Sebagaimana tidak akan berdiri bangunan tanpa ada fondasi.

Atas dasar ini, demi mendapatkan sanad sebuah hadis, para ulama zaman dulu sanggup menempuh perjalanan jauh yang melelahkan. Di antaranya, sahabat Nabi Jabir bin Abdullah berangkat meninggalkan Madinah menuju Mesir, menjumpai sahabat Nabi Uqbah bin Amir, menanyakan hadis Nabi tentang menutup aib seorang mukmin. Begitu juga yang dilakukan oleh ulama terkemuka generasi Tabiin, Sa’id bin al-Musayyab. Lebih jelas lagi, bisa dilihat dalam kitab al-Rihlah Fi Thalab al-Hadits oleh Imam al-Khatib al-Baghdady.

Sanad Kitab
Penulis kitab Ihtimam al-Muhadditsin Bi Naqd al-Hadits, Dr Muhammad Luqman al-Salafy mengatakan, bahwa sanad juga diterapkan dalam meriwayatkan sebuah kitab. Contohnya, para ulama hadis menganggap lemah riwayat kitab Muwaththa’ Imam Malik yang diterima dari Abu Muhammad Habib. Sebab, Imam Ahmad mengatakan, Abu Habib itu tidak terpercaya (tsiqah). Makanya, Imam al-Bukhari hanya sedikit menerima  hadits Abu Bakir dari Imam Malik. Sebab, Abu Bakir itu menerima hadits dari Imam Malik melalui Abu Habib.

Sanad Ilmu Ulama
Bukan saja pada periwayatan hadis Nabi, para ulama menerapkan pengggunaan sanad dalam semua kitab ilmu yang berkaitan dengan syariat Islam. Baik kitab akidah, tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh, kitab sejarah Nabi, dan lainnya. Kemudian, para ulama itu menulis buku khusus menjelaskan sanad ilmunya.

Di antaranya, Imam Jalaluddin al-Suyuthy dari Mesir menulis sebuah ensiklopedi yang memuat semua biografi para gurunya dengan nama al-Munjim Fi al-Mu’jam.

Begitu juga Imam Zakaria al-Anshary dari Mesir menulis sanad ilmu fiqhnya sampai kepada Imam Syafi’i di dalam bukunya Tsabat Syaikh al-Islam al-Qadhy Zakaria Muhammad al-Anshary.

Ulama terkemuka kontemporer dari Suriah Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menuangkan sanad ilmunya dalam kitabnya Imdad al-Fattah Bi Asanid wa Marwiyyat al-Syaikh Abdul Fattah.

Begitu juga Syaikh Abu Zaid Abdul Rahman al-Tamanarty menulis lengkap semua sanad ilmunya dalam kitabnya al-Fawa’id al-Jummah Fi Isnad Ulum al-Ummah.

Ulama asal India, Syaikh Taqyuddin al-Nadwy al-Mazhahiry memaparkan semua sanad ilmunya di dalam bukunya al-Durr al-Tsamin Bi Asanid al-Syaikh Taqyuddin.

Dalam bukunya al-Asanid al-Makkiyah, Syaikh Yasin al-Fadany asal Indonesia yang menetap di Arab Saudi menulis sebagian sanad ilmunya. Di antaranya sanad ilmunya dari kitab al-Mawahib al-Laduniyyah karya Imam Syihabuddin Ahmad al-Qasthalany. Syaikh al-Fadany meriwayatkatkan kitab itu dari Syaikh Muhammad Husein al-Maliky al-Makky dari Muhammad Abid al-Maliky al-Makky dari al-Sayyid Abu Bakar Syatha al-Syafi’i al-Makky dari Syaikh Ahmad Zainy Dahlan al-Makky dari Syaikh Abdullah Siraj al-Makky dari Syaikh Abdul Malik Abdul Mun’im al-Makky dari al-Qadhy Tajuddin Abdul Muhsin al-Makky dari Syaikh Abdul Qadir Abu Bakar al-Makky dari Syaikh Hasan bin Ali al-Ujaimy al-Makky dari Imam Zainul Abidin al-Thabary al-Makky dari Imam al-Sayyid Abdul Qadir Muhammad Yahya al-Thabary al-Makky dari Imam Yahya Mukrim al-Thabary al-Makky dari Imam Syihabuddin Ahmad al-Qasthalany.

Syaikh al-Sayyid Muhammad al-Sayyid Alawy bin al-Sayyid Abbas al-Maliky al-Hasany menulis sanad ilmunya dalam kitab al-Uqud al-Lu’lu’iyyah. Di antaranya beliau meriwayatkan kitab Tafsir al-Jalalain dari ayahnya al-Sayyid Abbas al-Maliky dari Syaikh al-Sayyid Abu Bakar Syatha dari Syaikh Ahmad Zainy Dahlan dari Syaikh Utsman al-Dimyathy dari Syaikh Abdullah al-Syarqawy dari Syaikh Muhammad Salim al-Hifny dari Syaikh Muhammad al-Budairy dari Syaikh Ali bin Ali al-Syibromalsy dari Syaikh Ali al-Halaby dari Syaikh Ali al-Ziyady dari Syaikh al-Sayyid Yusuf al-Armiyuny dari Imam Jalaluddin al-Suyuthy dan Imam Jalaluddin al-Mahally. Dari jalur sanad ini juga beliau meriwayatkan semua kitab Imam Jalaluddin al-Suyuthy dan Imam Jalaluddin al-Mahally.

Seorang ulama dari al-Jaza’ir, Syaikh al-Sayyid Muhammad al-Sanusy al-Idrisy dalam bukunya al-Manhal al-Rawy al-Ra’iq memaparkan sanad ilmunya. Di antaranya, beliau meriwayatkan kitab Bulugh al-Maram karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalany dari Syaikh Abu Ishaq al-Kurany dari Syaikh Shafy al-Din al-Qasyasyy dari Syaikh al-Ramaly dari Syaikh al-Islam al-Anshary dari Ibnu Hajar al-Asqalany.

Syaikh al-Sanusy al-Idrisy juga punya sanad beberapa kitab tafsir. Di antaranya beliau meriwayatkan kitab tafsir al-Jami’ Li Ahkam al-Quran oleh Imam Abu Abdullah Muhammad al-Qurthuby, sanadnya dari Syaikh Abu Sulaiman al-Raudany dari Syaikh Ali al-Ajhury dari al-Nur Ali bin Abu Bakar al-Iraqy dari Syaikh al-Mu’ammar Quraisy al-Bushairy al-Utsmany al-Maghrib dari Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Jarzy dari Syaikh al-‘Iz bin Jamaah al-Kanany dari Syaikh Abu Ja’far bin al-Zubair dari Imam Abu Muhammad al-Qurtuby.

Seorang ulama dari Maroko, Imam Muhammad Qasim al-Qadiry al-Hasany menceritakan sanad ilmunya dalam berbagai keilmuan Islam dalam bukunya Ittihaf Ahl al-Dirayah Bima Li Min al-Asanid wa al-Riwayah.  Di antaranya, beliau meriwayatkan ilmu tauhid (akidah Asy’ariyah) dari Syaikh Muhammad Kannun dari Syaikh Abdussalam Bu Ghalib dari Syaikh al-Thaib bin Kiran, dari Syaikh Abu Hafash al-Fasy dari Syaikh Abu al-Abbas bin Mubarak dari al-Masnawy dari Syaikh Ahmad bin al-Haj dari Abu al-Jamal al-Fasy dari Syaikh Taqy bin Fahd dari Majd al-Din al-Fairuzabady dari Sirajuddin al-Qazwiny dari Syaikh Abu Bakar al-Harawy dari Syaikh Fakhruddin al-Razy dari Syaikh Sulaiman bin Nashir al-Anshary dari Syaikh Imam al-Haramain al-Juwainy dari Syaikh Abu al-Qasim al-Isfarayiny dari Syaikh Abu al-Hasan al-Bahily dari Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ary Ali bin Ismail bin Abi Basyar bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa al-Asy’ary (sahabat Nabi).

Ulama terkemuka dari Turki, Syaikh Muhammad Zahid al-Kautsary dalam bukunya Muqaddimat al-Imam al-Kautsary juga mengutarakan sebagian sanad ilmunya. Di antaranya sanad Syaikh al-Kautsary dari kitab hadis Musnad Imam al-Syafi’i. Syaikh al-Kautsary meriwayatkannya dari Syaikh Abu Thalhah Muhammad Shadr al-Din al-Qadhy dari Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Jukhadar dari Syaikh Sa’id al-Halaby dari Ismail al-Muwahiby dari Syaikh Abdul Qadir bin Khalil Kadik Zadah dari Syaikh Muhammad bin Himmat al-Dimasqy dari Syaikh Abdullah bin Salim dari Syaikh al-Syams Muhammad al-Babily dari Syaikh Ahmad bin Khalil al-Subky dari Syaikh al-Najm al-Ghaithy dari Syaikh  Zakaria al-Anshary dari Syaikh Abd al-Rahim ibnu al-Furat dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Khajrajy dari Syaikh al-Fakhr ibnu al-Bukhary bin Ahmad al-Sa’dy dari Syaikh Abu al-Makarim Ahmad bin Muhammad al-Labban al-Ashfahany dari Syaikh Abdul Ghaffar bin Muhammad al-Syiruwy dari al-Qadhi Abu Bakar Ahmad bin Hasan al-Hiry  dari Syaikh Abu al-Abbas Muhammad bin Ya’qub al-Ashamm dari Imam al-Rabi’ al-Murady dari Imam al-Syafi’i.  Wallahu a’lam.

 

Diposkan oleh Tim LIputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat (14/10/2016)

redaksi@uin-suska.ac.id