web analytics

Generasi Milenial dan Birokrasi

Oleh Afrinaldy Rustam MSi (Dosen Administrasi Negara Fakultas Ekonomi dan Sosial UIN Suska Riau)

Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya, lain zaman lain tantangannya. Sengaja saya kutip sebuah pepatah yang sering dijadikan rujukan untuk menunjukkan keragaman dan kebhinekaan, dari sebuah bangsa yang besar, yang terdiri dari beragam suku bangsa, beragam pulau, beragam tradisi dan kebiasaan. Namun, ada lagi keragaman lainnya, yaitu keragaman generasi, generasi ketika bangsa ini dijajah, generasi ketika harus mempertahankan kemerdekaan, generasi ketika harus memimpin sebuah negara yang baru, dan generasi ketika perubahan teknologi telah mengubah gaya hidup dan juga gaya kepemimpinan. Nampaknya membaca tanda-tanda zaman yang telah mengalam perubahan itu adalah suatu ilmu yang mengkaji bagaimana suatu pemerintahan itu seharusnya dikelola dan dikendalikan agar dapat mengantarkan negara dan rakyatnya ke dalam sistem pemerintahan, mencapai apa yang dicita-citakan, keadilan dan kemakmuran, kemajuan dan keamanan, serta dapat berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia ini. Mesin pemerintahan yang dijalankan oleh administrasi negara atau dengan istilah lain disebut sebagai birokrasi, adalah intsrumen pelaksana dari kebijakan politik yang dikendalikan oleh politisi yang menduduki jabatan-jabatan politik. Berfungsi untuk menyokong berjalannya pemerintahan. Jawaban dari mesin pemerintahan ini atas perkembangan yang terjadi dalam rangka melayani kebutuhan publik (perseorangan, kelompok, korporasi) mau tak mau harus terus menerus mengalami pembaharuan. Kajian ini tidak ditujukkan dalam rangka melebihkan peran anak muda, tetapi untuk menggali kemungkinan-kemungkinan optimum yang bisa dilakukan secara realistis tentang apa yang bisa dikerjakan oleh birokrat-birokrat muda. Generasi muda yang mengabdi sebagai aparatur negara baik menjadi tumpuan dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang lebih bersih, gesit dan adaptif. Di sisi lain dalam tempo 2030-2040 Indonesia diproyeksikan akan memasuki fenomena bonus demografi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk produktif secara signifikan (Harsono, 2019). Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017, jumlah generasi milenial mencapai sekitar 88 juta jiwa atau 33,75 pesen dari total penduduk Indonesia. Dalam hal ini, idealnya semakin melimpahnya SDM usia produktif berpengaruh positif untuk pembangunan dan masa depan Indonesia Birokrasi Indonesia memiliki target yang besar. Merujuk pada Road Map Reformasi Birokrasi, mimpi birokrasi Indonesia adalah mencapai fase birokrasi kelas dunia, birokrasi yang memiliki semangat dynamic governance yang kuat. Untuk mencapainya ada tahapan-tahapan tertentu yang perlu diraih. Namun, ada catatan yang perlu dijadikan pertimbangan. Berdasarkan data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dari 4,28 juta ASN yang dimiliki Indonesia, hampir 40 persen merupakan tenaga administratif. Masalah menjadi lebih kompleks, seperti yang ditinjau oleh Yanuar Nugroho (2020), seperlima ASN Indonesia berusia di atas 51 tahun: usia yang sulit untuk mengikuti gerak zaman. Anak muda memiliki daya sensitivitas yang kuat terhadap kebaruan. Mereka mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Dalam hal ini, penyelenggaraan tata kelola negara tidak berada dalam ruang vakum, ia tidak bisa dijalankan secara stagnan dan melulu tambal sulam. Tata kelola selalu berjalan secara dinamis. Oleh karena itu perlu energi ekstra dan kapabilitas yang dinamis pula dalam menghadapi kontingensi. Untuk konteks ini, anak muda memiliki poin lebih dibanding generasi sebelumnya. Anak muda yang memiliki karakter anti kemapanan, memiliki idealisme besar, kreatif dan berani serta bisa menjadi antitesis dari birokrat yang bermental feodal dan paternalistik, anti-perubahan, dan birokratis. Namun sayangnya, masih ada keraguan terhadap kapasitas birokrat muda, seperti yang diungkap oleh Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan dalam merespon proyeksi gap yang jauh pada kondisi waktu mendatang antara PNS berusia di atas 46 tahun dengan PNS di bawah 46 tahun: Sehingga dimungkinkan dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan akan ada kesenjangan PNS di mana banyak PNS yang sudah mencapai batas usia pensiun namun generasi berikutnya belum cukup matang untuk menggantikan. Anak muda selalu dinilai sebagai sosok yang belum matang. Justru, di era digital saat ini, momentum presentasi anak muda dalam birokrasi menjadi lebih kontekstual dibanding sebelum-sebelumnya. Kemampuan anak muda melakukan perubahan pada tiap zaman tentunya tidak menutup kemungkinan akan merambah pada kelembagaan birokrasi. Oleh karena itu, anak muda mampu mendorong perubahan di tubuh birokrasi menuju dynamic governance. Selain itu anak muda memiliki dalam proses transformasi birokrasi menuju dynamic governance. Pemerintah hendaknya melakukan pembaharuan birokrasi dengan menyerap generasi muda sebagai tim yang kuat. Jika tidak, maka birokrasi akan selalu telat dalam menyikapi perubahan zaman. Ingat lain zaman, lain lain tantangannya

Telah Terbit di Riau Pos Tanggal 31 Mei 2021

Link:
https://riaupos.jawapos.com/6058/opini/31/05/2021/generasi-milenial-dan-birokrasi%C2%A0.html

Terima kasih telah mengunjungi website kami.